Medan, mediasumatera.id – Koordinator Wilayah Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (Korwil PMPHI) Sumatera Utara Drs Gandi Parapat menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat Sumut khususnya insan pers atau rekan-rekan media yang telah menyampaikan pujian terhadapnya. Salah satunya adalah keberhasilan Gandi Parapat dalam mengeluarkan statement terhadap salah satu calon gubernur dalam Pilkada di Sumut. Setiap yang didukungnya selalu berhasil terpilih menjabat Gubsu.
Seperti diketahui, Gandi Parapat sejak selesai kuliah sudah aktif di organisasi pemuda GAMKI dan sudah ikut menyoroti atau memprotes pemerintah masalah HKBP atau Sinode pergantian Ephorus SAE Nababan. Di samping kegiatan keagamaan, Gandi sering membuat pernyataan atau pendapat di media kadang membuat perhatian dan bisa tidak menyenangkan pihak tertentu.Gandi mulai bersuara di media sebelum para tokoh bersuara untuk kepentingan pemilihan Gubsu tanggal 5 Jan 1998. Pernyatan Gandi Parapat atas nama GAMKI Sumut “Tengku Rizal Nurdin tepat menggantikan Raja Inal” yang menghebohkan politisi, DPRD Sumut dan lapisan masyarakat Sumut.Ternyata dukungan dan pernyataan itu diikuti dan didukung masyarakat melalui Pilgubsu oleh DPRDSU.
Habis masa Rizal Nurdin dalam Pilgubsu Syamsul Arifin menghadapi Tri Tamtomo, Gandi sangat banyak komentar untuk mempengaruhi publik agar memilih Syamsul sahabat semua suku. Syamsul menang menjadi Gubsu. Rahudman Harahap yang berhadapan dengan Sofyan Tan, “kunci rumah jangan sampai dipegang tamu”. Pilgubsu Edy Rahmayadi dengan Djarot yang paling banyak komenter Gandi di Media. Semua komentar Gandi di Media dikaji sungguh membuat was-was.
Gandi Parapat tidak pernah terdaftar tim sukses dalam setiap Pilkada, tapi selalu yang disuarakannya menang. Apa yang membuat Gandi tidak pernah terdaftar tim sukses?
“Terima kasih atas pujiannya. Sebenarnya saya sebelum memuji atau menginginkan seseorang menjadi Gubernur, Wali Kota, Bupati, saya lebih dulu mempelajari kepribadian seseorang dan kemampuannya, serta bertanya ke alam atau berdoa. Sebelum hal itu, saya tidak pernah mengeluarkan pendapat atau keinginan. Kenapa saya tidak mau masuk dalam tim sukses, karena saya takut mereka-mereka itu orang pintar dan punya kepentingan. Dalam tim sukses ada struktur melalui rapat-rapat, sehingga harus memakan waktu dan juga pendapat yang disampaikan melalui rapat sudah basi atau tidak menguntungkan atau salah,” sebut Gandi Parapat menjawab pertanyaan media di salah satu Kedai Kopi di kawasan Jalan Pelangi, Medan, Selasa (16/01/2024).
Dalam kesempatan itu, Gandi juga mengaku memiliki jaringan-jaringan, baik itu di kelompok orang yang tidak diinginkan menang maupun di kelompok yang ingin menang, selalu dia menjalin komunikasi yang baik.
“Memang jarang kata orang komentar saya tidak tepat waktu. Misalnya kalau terlambat satu hari pun, atau kecepatan info atau pesan yang saya sampaikan tidak pernah. Jadi sering membuat orang berpikir atau bertanya kepada dirinya sendiri. Saya tidak mau mengajak orang secara langsung untuk ikut dengan saya karena takut mereka tidak paham dan sering orang yang merasa pintar atau memang sekolahnya S1, S2, S3 bahkan Prof kurang memahami,” tutur Gandi.
Tapi, lanjut Gandi, setiap dia berpendapat atau ditanya media, dia tidak pernah merasa pintar atau hebat dan tidak pernah berniat meremehkan atau menyinggung orang.
“Sama halnya dengan Anies Baswedan yang dulu sangat saya benci dengan tuduhan intoleran, koruptor dan yang lain. Setelah saya pelajari siapa Anies Baswedan baru saya mau bicara sesuai dengan yang saya tau bahwa Anies itu bukan penjahat, koruptor, intoleran. Jadi kalaupun sekarang kami menilai dan mengagumi Anies, menjadi pilihan dan dukungan kami, bukan karena pengaruh orang lain. Tapi benar-benar atas kajian dan penilaian kami,” tambah Gandi.
“Dukungan kami ke Anies (Amin), andaikata tidak ada memilih Anies karena kebencian, tidak masalah saya sendiripun yang memilih Anies (Amin) tidak masalah.”
Jadi, Gandi berharap kepada semua pihak silakan menilai dan menentukan sikap sesuai jawaban hati nurani jangan karena pengaruh. “Jangan karena kamu pejabat, pendidikan tinggi akhirnya kamu larang orang bersikap.”