Palembang, mediasumatera.id – Sejumlah civitas akademika kampus bergantian bersuara melontarkan kritikan, kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran dinilai menyimpang dari prinsip dan moral demokrasi.
Civitas akademika menilai keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat usia calon presiden, yang kemudian memuluskan Gibran Rakabuming, putra Presiden Jokowi, menjadi Calon Wakil Presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Hal ini menimbulkan kontroversi dan mencetuskan protes, dari sejumlah mahasiswa dan dosen di berbagai kampus, terlebih sikap Jokowi sebagai kepala negara dianggap tidak netral.
Menyikapi hal tersebut, pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar menyampaikan pandangan kritisnya.
Ia menilai bahwa tuduhan terhadap Mahkamah Konstitusi seolah-olah berubah menjadi “Mahkamah Keluarga” atau “Mahkamah Konspirasi” merupakan suatu bentuk pemaksaan interpretasi yang pertama kali dia ajukan.
“Sebenarnya yang pertama kali protes yah saya, tidak ada di Sumsel yang protes,” katanya, Senin (5/2/2024).
Bagindo juga mencatat bahwa pada bulan Oktober dan November 2023, tak satupun komunitas kampus bereaksi terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi itu, namun jelang beberapa hari pelaksanaan pemilihan sudah mulai protes.
“Mengapa sekarang, menjelang Pilpres, sejumlah perguruan tinggi sontak bergerak melakukan petisi, aksi, dan kritik?” tanya Bagindo dengan penuh tanya.
Penting untuk dicatat, menurut Bagindo bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi telah dianggap sebagai legitimasi hukum pada waktu itu, dan komunitas kampus belum menunjukkan penolakan.
Bagaimanapun, adanya kecenderungan semakin meningkatnya elektabilitas Paslon Presiden, yang dianggap sebagai kelanjutan pemerintahan saat ini menjadi sasaran utama.
Bagindo menduga gerakan civitas akademik ini, sebagai aksi politik yang diragukan kemurnian, dan independensinya.
Ia menyoroti potensi agenda politik dari kelompok tertentu dalam gerakan ini, yang bisa merugikan proses Pemilu Serentak yang akan segera dilaksanakan.
Disisi lain, masyarakat juga menyaksikan perkembangan situasi politik ini dengan cermat, dan pertanyaan tentang sejauh mana keterlibatan civitas akademika dapat mempegaruhi dinamika Pemilu serentak menjadi topik yang semakin mendapat perhatian.
“Alangkah elegan, terhormat dan sarat makna, bila aksi dan petisi ini dilakukan pada bulan Oktober dan November tahun lalu, pada saat Pendaftaran serta Penetapan Paslon Presiden oleh KPU, bukan menjelang Pemilu segera tiba,” pungkasnya.