Palembang, mediasumatera.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaksanakan Sidang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Kemitraan Inti Plasma antara PT Aburahmi bersama Koperasi Penukal Lestari di Provinsi Sumatera Selatan. Yang di gelar di Ruang Moot Court Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Jumat ( 17/3/2023).
Adapun dugaan pelanggaran tersebut pada Pasal 36 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2008 terkait pelaksanaan kemitraan antara PT Aburahmi dan koperasi Penukal lestari dengan agenda pemeriksaan saksi investigator.
” Koordinator Investigator Penuntut KPPU, Arnold Sihombing mengatakan, agenda hari ini pemeriksaan saksi investigator merupakan saksi ke-4 dalam perkara ini,” katanya.
Arnol menambahkan, Hari ini saksi yaitu sekretaris 2 koperasi saksi juga menjadi pengurus petani plasma inti di PT aburami yang artinya ada perjanjian pembangunan kelapa sawit di desa Air Hitam yaitu intinya PT aburami dengan plasmanya merupakan para anggota di koperasi Penukal Lestari.
” Saksi yang di sampaikan yang pertama dia sebagai Pengurus Koperasi. Yaitu terkait dengan koperasi sendiri kenapa terbentuk karena ada kepengurusan baru karena adanya demo dari anggota koperasi karena tidak merasa dilibatkan oleh pengurus lama terkait dengan kemitraan ini jadi merasa ada hak haknya yang tidak terpenuhi dan tidak ada penjelasan dari pengurus lama,” jelasnya.
Arnol memaparkan, Sehidup hak-haknya tadi juga sudah sama-sama didengarkan terkait pembagian lahan masing-masing per kepala keluarga sesuai dengan SK Bupati 2011. Jadi per kepala keluarga itu mendapatkan 2 hektare masing-masing tapi saksi mengatakan faktanya tidak tahu dimana lahannya bahkan suratnya sendiri sertifikatnya juga tidak punya.
” Masalah lahan tadi juga disampaikan di dalam persidangan ini bahwa ada yang tidak sesuai dengan perjanjian awal di tahun 2006 MoU antara masyarakat desa air hitam dengan PT Aburahmi dulu belum ada koperasi,” paparnya.
Arnol menjelaskan, Bahwa pembagian lahan itu yang dimiliki oleh PT Aburahmi seluas 1863 hektare berdasarkan HGU yang terdiri ditampilkan di layar itu, harusnya 50 : 50 sesuai dengan isi dari SK bupati untuk penerbitan hgu tapi faktanya di lapangan ada adendum jadi ada penyimpangan lah terhadap HGU yang harusnya 50 : 50 tapi disimpangi menjadi 815 hektar ini penyimpangan pertamanya.
” Penyimpangan kedua juga adanya adendum tanpa diketahui oleh petani plasma karena adendum itu dibuat kalau menurut persidangan yang udah empat saksi kita ini dibuat sepihak antara pengurus yang menurut saksi tadi tidak dipilih oleh anggotanya jadi cuman antara inti sama pengurus saja tanpa ada pemberitaan bahwa ada adendum terhadap MoU yang lama berdasarkan HGU yang diberikan kepada PT Aburahmi yang harusnya 50 dibagi 50 jadi ada penyimpanan itu,” pungkasnya.