Palembang, mediasumatera.id – Iklim politik Pemilihan umum Wali Kota atau Pilwakot 2024 di Palembang berbeda dari Pilkada terdahulu penuh dengan euforia. Namun euforia itu seakan mencoreng disebut fenomena sakit jiwa di Pilwakot Palembang tahun ini.
Bahkan ajang klaim seakan-akan telah diusung oleh beberapa partai tertentu berani dilakukan kontestan-kontestan.
Aksi itu juga dilakukan tidak hanya di spanduk dan baliho, mereka turut mempublikasikannya di media sosial (medsos) baik Instagram, Twitter hingga TikTok.
“Pilwako Palembang di tahun 2024 benar-benar fenomena sakit jiwa. Saya yakin nanti kedepannya akan terus banyak lagi nama-nama yang bermunculan pasang baliho dan spanduk mengklaim diusung oleh partai ,” kata Pengamat Politik Sumatera Selatan (Sumsel) Bagindo Togar Butar Butar yang memberikan nama dari fenomena ini.
Bagindo menyebutkan fenomena sakit jiwa yang disebutkan olehnya itu efek dari para calon kontestan Pilwakot tidak memiliki tingkat kesadaran manusia normal.
Dilanjutkannya Calon Walikota itu sendiri memiliki nilai tinggi menjadi Walikota Palembang bukan sekedar main-main jadi pemimpin untuk sebuah permainan kesenangan belaka.
“Kenapa saya sebut fenomena sakit jiwa karena mereka seakan-akan berpikir menjadi Walikota Palembang itu main-main. Mereka pikir jadi calon Walikota hanya cukup pasang 20 baleho klaim didukung partai promosi di medsos. Kalian semua harus membangun citra diri terlebih dahulu dalam waktu lama dengan rakyat Palembang dan setidaknya sudah ada investasi sosial dulu bukan tiba-tiba muncul jadi calon Walikota Palembang,” paparnya kesal dengan fenomena yang terjadi di Pilpres 2024 di Palembang.
Dia memberikan pemahaman menjadi calon sosok pemimpin itu tidak sederhana harus bisa menghadirkan rasa kepada rakyat-nya.
Lalu apabila mau menang alias dipilih rasa itu harus pas dirasakan oleh rakyat-nya. Namun di Pilwakot Palembang seakan-akan tidak memahami itu muncul-muncul saja dan bermain-main di Pilkada.
“Jadi pejabat politik (pemimpin) seperti saat makan soto ada rasa asem dari jeruknya, rasa guri dari bawang pastinya di dalamnya ada daging dan toge. Begitu juga sosok yang menjadi calon pemimpin sudah ada investasi sosial, pintar, berani, lucu, dan belagak (tampan dan cantik). Kalau tidak ada rasa seperti itu janganlah mencalonkan diri ini bukan ajang main-main,” pungkasnya.