Kamis, 10 Oktober 2024

Bagaimana Wajah Sekolah Katolik Sekarang?

Bagaimana Wajah Sekolah Katolik Sekarang?

Media Sumatera, Online – Pembicaraan mengenai pendidikan sekolah Katolik tak lengkap rasanya jika tak menghadirkan RD Stefanus Supardi, selaku Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Palembang. Romo Supardi yang juga merupakan Ketua Yayasan Xaverius Palembang menyampaikan materinya di sesi ketiga.

Komisi Pendidikan adalah tangan uskup, perpanjangan tangan uskup dalam bidang pendidikan. Romo Supardi menjelaskan mitra-mitra Komdik yang terdiri dari Majelis Pendidikan Katolik, Yayasan Pendidikan Katolik, Lembaga Pendidikan Katolik, Paguyuban Guru-Karyawan Sekolah Katolik, dan Ikatan Insan Pendidikan Katolik Indonesia.

Lebih lanjut, Romo Supardi menyebutkan ada 13 yayasan pendidikan Katolik di Keuskupan Agung Palembang, yakni Yayasan Musi Palembang, Yayasan Xaverius Palembang, Yayasan Mardiwiyata, Yayasan Santa Maria, Yayasan Santo Louis, Yayasan Dharma Ibu, Yayasan Miryam, Yayasan Fransiskus, Yayasan Dwibhakti, Yayasan Charitas, Yayasan Tarakanita, Yayasan Pangudi Luhur, dan Yayasan Regina Pacis. Dari begitu banyak yayasan tersebut, jumlah LPK yang ada di Keuskupan Agung Palembang ini adalah TK sebanyak 24 sekolah, SD sebanyak 27 sekolah, SMP sebanyak 30 sekolah, SMA/K sebanyak 12 sekolah, dan 1 Perguruan Tinggi.

“Yang menjadi pertanyaan besar sekarang adalah: Apakah sekolah-sekolah Katolik sudah ditinggalkan? Apakah sekolah kita sudah tidak menarik lagi? Apakah sekolah kita sudah tidak diminati lagi?” kata Romo Supardi.

Berdasarkan sharing dari para ketua KOMDIK regio Sumatera, ada 3 faktor tekanan lembaga pendidikan Katolik, yakni internal, eksternal, dan global. Tekanan internal yaitu SDM berkualitas, tekanan keuangan, dan prinsip tata kelola yang seringkali bertabrakan dengan pelayanan karitatif yang dituntut oleh umat Katolik.

Tekanan eksternal yang terjadi adalah perkembangan/perbedaan konsep tentang keunggulan lembaga pendidikan.

“Belum ada kesepakatan ‘unggul’ itu seperti apa. Masih ada perbedaan konsep tentang ‘unggul’. Belum tentu sekolah berkualitas adalah sekolah unggul,” tutur Romo Supardi.

Baca Juga :  Polresta Deli Serdang Laksanakan Vaksinasi Massal, Akselerasi Serentak Se-Indonesia

Kedua adalah munculnya lembaga pendidikan baru dengan konsep yang lebih mengakomodasi keinginan pasar dan yang ketiga adalah perundangan (RUU SISDIKNAS) dan produk kebijakan pemerintah lainnya.

Tekanan global yang terjadi adalah perubahan teknologi yang lebih cepat, lebih mudah, dan dalam waktu singkat bisa mengatasi banyak hal. Tekanan global ini  juga berkaitan dengan dunia kita yang sedang mengalami revolusi industri 4.0 serta era VUCA: Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity.

Maka apa solusinya?

Berkaitan dengan SDM yang berkualitas, Romo Supardi menuturkan bahwa rata-rata SDM berkualitas sudah ‘diambil’ oleh lembaga pendidikan yang ada di Pulau Jawa. Sedangkan sisanya tidak dianggap berkualitas dan ‘sisa’ inilah yang menyebar di seluruh Indonesia.

“Maka tawarannya, UKMC memiliki lembaga pendidikan Katolik juga yang bisa mengahasilkan SDM yang berkualitas. Berkaitan dengan kolaborasi, pembiayaan, maka sepertinya perlu membangun LPK yang berbeda konsep, dengan manajemen yang modern,” tutupnya.