Palembang, mediasumatera.id –
Pemberhentian Ki Edi Susilo dari jabatannya sebagai Sekretaris Wilayah Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Sumatera Selatan terus memicu kontroversi. Keputusan yang dinilai sepihak ini diambil tanpa melalui mekanisme internal yang semestinya, termasuk tanpa proses klarifikasi atau pemanggilan di Dewan Kehormatan Partai. Banyak yang menilai, langkah ini lebih merupakan bentuk kearogansian politik daripada keputusan objektif yang sesuai prinsip keadilan.Minggu (25/8/2024)
Ki Edi Susilo dikenal sebagai sosok yang aktif dalam pengembangan sumber daya manusia melalui Forum Masyarakat Berdaya (FMB). Dalam perannya ini, ia sering terlibat dalam berbagai kegiatan bersama pemerintah provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Herman Deru. Namun, kedekatan ini dianggap oleh sebagian pihak di DPP PRIMA sebagai bentuk dukungan politik terhadap pasangan Herman Deru-Cik Ujang (HD-CU), meskipun belum ada pernyataan resmi dari Ki Edi mengenai hal tersebut.
Indria Febriansyah, Ketua Umum Kabeh Sedulur Indonesia, menyoroti ketidaktepatan tindakan DPP PRIMA yang dinilai melangkahi prosedur organisasi. “Jangan hanya karena Partai PRIMA tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Mawardi Yahya, lalu segala bentuk kegiatan dengan pihak lain dianggap sebagai pembangkangan dan langsung diberikan sanksi tanpa proses internal yang benar,” tegasnya. Menurutnya, langkah ini menunjukkan adanya subjektivitas dan preferensi politik sempit yang mendominasi pengambilan keputusan.
Kegiatan yang dilakukan Ki Edi bersama pemerintah provinsi selama ini adalah murni bagian dari program kemitraan organisasi dalam membangun masyarakat. Pendaftaran calon gubernur sendiri baru akan dibuka pada tanggal 27-29 Agustus 2024, sehingga segala kegiatan saat ini tidak bisa dikategorikan sebagai kampanye politik. “Belum ada deklarasi atau pernyataan resmi dari Ki Edi tentang dukungan politik kepada calon tertentu. Ini jelas menunjukkan bahwa tuduhan yang dijatuhkan kepadanya tidak berdasar dan lebih bernuansa politis,” lanjut Indria.
Rio Solehudin, yang menggantikan posisi Ki Edi, diangkat tanpa melalui proses evaluasi yang transparan. Penggantian ini justru memperkuat kesan bahwa DPP PRIMA tidak menghargai kontribusi dan loyalitas kadernya yang telah lama berjuang untuk partai. Pengamat politik lokal juga menilai bahwa tindakan ini dapat merusak soliditas internal partai dan menurunkan moral kader di akar rumput.
Dalam konteks ini, seharusnya DPP PRIMA lebih bijak dengan membuka ruang dialog dan memberikan kesempatan kepada Ki Edi untuk menjelaskan posisinya. Melabeli kegiatan kemitraan sosial sebagai pembangkangan politik hanya karena adanya afiliasi dengan pihak yang bukan bagian dari koalisi partai jelas mencederai prinsip demokrasi dan kebebasan berorganisasi.
Keputusan yang diambil secara tergesa-gesa ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga menunjukkan bahwa partai belum siap menghadapi perbedaan pandangan di internalnya. Dalam jangka panjang, cara-cara seperti ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap PRIMA dan mengganggu peluang partai dalam mendapatkan dukungan luas di Pilkada mendatang.
Ki Edi Susilo sendiri, melalui tim pendukungnya, masih mempertimbangkan langkah selanjutnya sambil berharap adanya kejelasan sikap dari DPP PRIMA. Semua pihak yang terlibat diharapkan bisa mengedepankan akal sehat dan musyawarah untuk menjaga persatuan, baik di dalam partai maupun di kalangan masyarakat Sumsel yang menantikan proses Pilkada 2024 berlangsung dengan baik dan adil.
Indria Juga Menyatakan kenapa Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia ikut angkat Bicara Soal ini karena Ki Edi Susilo adalah Bagian dari Keluarga Besar Tamansiswa. Pungkasnya.