Oleh : RP. Stepanus Sigit Pranoto, SCJ
(Dosen Prodi Psikologi, Universitas Katolik Musi Charitas)
mediasumatera.id – Kini Gereja Katolik Roma memiliki pemimpin yang baru, setelah wafatnya Paus Fransiskus. Konklaf memilih Kardinal Robert Francis Prevost OSA sebagai Uskup Roma ke-267. Ia memilih nama Leo XIV sebagai nama kegembalaannya.
Anak Spiritual Paus Fransiskus
Terpilihnya Paus dari luar Eropa ini tampaknya tak lepas dari upaya Paus Fransiskus yang selama kepemimpinannya lebih banyak mengangkat Kardinal dari benua-benua selain Eropa.
Lahir di Chicago, Robert Prevost merupakan Paus pertama dari Amerika Serikat, Paus pertama dari Amerika Utara. Ia adalah Paus kedua dari Benua Amerika setelah Paus Fransiskus.
Paus Leo XIV disebut-sebut sebagai “anak spiritual” Paus Fransiskus. Ia dipilih sebagai uskup dan kardinal pada masa kepemimpinan Paus Fransiskus. Bahkan ia juga menduduki sejumlah posisi penting di Vatikan, yang menunjukkan kedekatan spiritual dan visi pastoralnya dengan Paus Fransiskus.
Sejumlah pengamat dan media bahkan melihat bahwa Paus Leo XIV memiliki kemiripan dengan Paus Fransiskus. Seperti Paus Fransiskus, ia memiliki komitmen dan perhatian besar pada kaum miskin dan migran.
Sebelum terpilih sebagai Paus, ia pernah menyatakan tentang martabat kepemimpinan sebagai uskup. Sebagaimana dikutip oleh The New York Times, ia pernah menyatakan: “Uskup tidak seharusnya menjadi pangeran kecil yang duduk di kerajaannya.”
Seorang uskup dipanggil secara otentik untuk rendah hati, dekat dengan orang-orang yang dilayani, berjalan bersama mereka, dan menderita bersama mereka. Hal ini juga mengingatkan pada corak khas kepemimpinan Paus Fransiskus yang memiliki kepedulian kepada masyarakat.
Mengapa “Leo”?
Pepatah Latin mengatakan “Nomen Est Omen.” Artinya, nama adalah tanda. Di balik nama ada harapan yang hendak dihidupi. Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa nama “Leo” dipilih sebagai nama resmi kepemimpinannya?
Pemilihan nama Leo sebagai nama kepausan ini tampaknya juga mengandung visi besar kepemimpinannya. Dalam sejarah kepausan, nama Leo terakhir dipakai oleh Kardinal Pecci yang terpilih menjadi Paus pada tahun 1878.
Selama kepemimpinannya, Paus Leo XIII dikenal sebagai pemimpin yang banyak menyoroti ajaran sosial gereja. Melalui ensiklik Rerum Novarum (1891), Paus Leo XIII mengingatkan tentang keadilan sosial, hak-hak buruh, serta peran Gereja di tengah terpaan Revolusi Industri.
Maka tampaknya visi sosial ini pula yang akan menjadi perhatian Paus Leo XIV dalam kepemimpinannya.
Gereja yang Misioner: Menjembatani, Berdialog, dan Terbuka
Beberapa hal terkait sosok Paus Leo XIV di atas pada akhirnya mengerucut pada salah satu bagian dari isi pidato pertamanya setelah dipilih menjadi Paus.
Paus Leo XIV mengajak semua orang untuk mencari cara baru bagaimana menjadi Gereja yang misioner di zaman ini. Maka bisa dikatakan bahwa ini adalah visi kegembalaan Paus Leo XIV: Gereja yang Misioner.
Artinya, Gereja yang misioner adalah gereja yang mau hadir di tengah dunia, keluar dari zona nyaman, dan mewartakan Injil dengan tindakan nyata. Hal itu ditandai dengan semangat yang ingin dibangun, yakni membangun jembatan, dialog dan keterbukaan bagi semua orang.
Pertama, dengan membangun jembatan, Paus Leo XIV hendak mengajak Gereja untuk menegaskan peran rekonsiliatifnya, yakni menghubungkan berbagai kelompok yang terpisah, baik internal maupun eksternal.
Di kalangan internal, banyak yang menilai bahwa selama kepemimpinan Paus Fransiskus terdapat kelompok-kelompok yang terpisah, baik mereka yang mengatakan sebagai kelompok progresif maupun konservatif. Sementara itu di kalangan eksternal, Gereja mau hadir untuk meneruskan pesan-pesan perdamaian bagi kelompok-kelompok yang bertikai dan mengalami peperangan.
Kedua, dengan membangun dialog, Paus Leo XIV hendak melanjutkan semangat sinodalitas yang sudah dimulai oleh Paus Fransiskus. Gereja tidak hanya berbicara, tetapi juga mau mendengar seruan semua kelompok.
Ketiga, dengan membangun keterbukaan, Paus Leo XIV mengajak Gereja untuk menjadi ruang yang mau menerima siapapun, tanpa memandang latar belakangnya. Visi ini mau melanjutkan sikap inklusif Gereja sebagaimana juga telah ditunjukkan oleh para pendahulu-pendahulunya.
Dengan ajakan ini, Paus Leo XIV hendak menegaskan visi Gereja yang keluar dari dirinya, hadir di tengah dunia dengan semangat perdamaian, dialog, dan keterbukaan. Gereja terus dipanggil untuk merangkul semua orang tanpa syarat, serta menjadi tanda kasih Allah yang nyata di tengah dunia yang masih sering diwarnai konflik dan pertikaian.