mesiasumatera.id – Indonesian Conference on Religion and Peace kembali menghelat Peace Train Indonesia (PTI). Kegiatan yang diselenggarakan untuk ke-15 kalinya ini mengangkat tema “Women as a Peacemaker in Post- Pandemic Era” untuk memberdayakan perempuan sebagai aktor utama dalam upaya penyebaran nilai-nilai toleransi di Indonesia. Kota Palembang menjadi tujuan tempat bertemu karena Palembang merupakan salah satu daerah dengan tingkat toleransi tinggi. Kota Palembang menjadi kota dengan cerminan zero conflict dan toleransi sudah mengakar sejak dulu.
Potret toleransi Palembang menjadi tempat belajar bagi peserta untuk merawat toleransi. Tema ini diangkat sebagai upaya kongkret untuk membuka ruang perjumpaan perdamaian dan mediasi antar kelompok agar lebih mengenal satu sama lain serta melahirkan para pembawa damai guna meminimalisir tindakan intoleransi dan radikalisme, khususnya bagi perempuan.
Romo Johannes Hariyanto, salah satu Dewan Pendiri ICRP, Ketua Dewan Pengawas ICRP, serta Pembina Peace Train Indonesia kepada Awak media Sumatera mengatakan, “Peace Train Indonesia sudah dilaksanakan untuk ke-15 kali dan selalu menjadi jalan perjumpaan keindonesiaan di antara orang muda. Palembang adalah kota metropolitan tertua di Indonesia, dari jaman Sriwijaya yang tetap menjadi tempat perjumpaan dan menyimpan semangat keterbukaan.
Peace Train Indonesia merasa terhormat dapat menjadi perjumpaan orang muda antar iman di tempat yang bersejarah ini.“
Rangkaian PTI dimulai dari pelaksanaan pre-workshop I dan II untuk memberi peserta pemahaman terkait latar belakang Peace Train Indonesia, kepemimpinan perempuan, perspektif global terhadap agama, dan peacebuilding. Selanjutnya, peserta bersama-sama berangkat menuju Lampung pada Rabu tanggal 10 Mei 2023 dan akan melanjutkan ke Palembang tanggal 12 Mei 2023. Rincian kegiatan antara lain dialog lintas agam untuk mempererat ruang perjumpaan para pemuda lintas agama, capacity building untuk memberi ruang pada peserta dalam belajar kebhinekaan dan perdamaian, khususnya terkait dengan peran perempuan, dan public campaign melalui konferensi pers dan aktivitas media sosial.
Kegiatan yang didukung oleh The Network for Religious and Traditional Peacemakers dan Kementerian Luar Negeri Finlandia ini melibatkan banyak tokoh-tokoh agama lokal di Lampung dan Palembang. Beberapa lembaga mitra penyelenggara kegiatan ini antara lain Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Keuskupan Agung Lampung, Keuskupan Agung Palembang, dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).
Tempat-tempat yang akan dikunjungi dalam Peace Train Indonesia yang ke-15 ini adalah Gereja Kristus Tanjung Karang, Gereja Santo Yoseph, Masjid Agung Cheng Ho, Maha Vihara Dharma Kirti, Via Crucis Sukamoro, Komunitas Jemaat Ahmadiyah Palembang, Pura Agung Sriwijaya, dan Pagoda Pulau Kemaro.
Ketua Umum ICRP, Dr. Abdul Mukti mengatakan, “Peace Train Indonesia Goes To Lampung dan Pelembang dapat menjadi sarana, ruang perjumpaan, dan dialog sehingga dapat meningkatkan pemahaman, saling menghormati, dan keakraban di antara para peserta yang sebagian besarnya terdiri atas kaum muda. Dalam konteks luas, Peace Train ini diharapkan dapat mengurangi, bahkan mencegah, kemungkinan terjadinya kekerasan dan konflik keagamaan, khususnya di tahun politik 2024.”
Kegiatan ini yang diikuti oleh peserta sejumlah 30 orang. Ketua Umum ICRP, Dr. Abdul Mukti mengatakan, “Peace Train Indonesia Goes To Lampung dan Palembang dapat menjadi sarana, ruang perjumpaan, dan dialog sehingga dapat meningkatkan pemahaman, saling menghormati, dan keakraban di antara para peserta yang sebagian besarnya terdiri atas kaum muda. Dalam konteks luas, Peace Train ini diharapkan dapat mengurangi, bahkan mencegah, kemungkinan terjadinya kekerasan dan konflik keagamaan, khususnya di tahun politik 2024.”
Silvester Joko Santoso, Pastor Paroki Santo Yoseph Palembang, dalam sambutannya berkata : “Pendapat Saya kegiatan ini baik untuk dilakukan dan disosialisasikan kepada teman-teman muda agar mereka mampu dan bisa membangun jejaring antar warga tanpa memandang suku, ras dan agama apalagi memiliki slogan mempertahankan NKRI.
Tanpa pengawalan dari usia muda akan menjadi gamang ketika diajak untuk bergabung dalam kelompok-kelompok majemuk. Oleh karena itu saya sangat mendukung kegiatan yang diadakan ICRP. Semoga bisa berkelanjutan.“
Selain itu, fokus dari ICRP untuk memberdayakan perempuan sebagai agen dan kader perdamaian dapat terealisasikan pada Peace Train Indonesia ke-15 kali ini. Topik “Woman as a Peacemaker in Post-Pandemic era” seolah memberikan ruang dan wadah bagi para peserta yang sebagian besar merupakan perempuan untuk belajar, bereksplorasi, dan berekspresi tanpa batas. Rangkaian kegiatan yang berfokus pada perempuan kali ini juga menjadi sebuah tindak lanjut atas perjuangan- perjuangan serta kerja-kerja nyata untuk memberikan perempuan kesempatan yang sama dalam ruang public, yang mungkin sempat redup bahkan terhenti selama Pandemi Covid-19 berlangsung beberapa waktu lalu. Karenanya, para peserta khususnya perempuan tidak boleh melewatkan momen berharga ini untuk saling belajar dan berdialog satu sama lain, serta menghayati segala rangkaian perjalanan yang akan dilalui, untuk kemudian membangun harmoni dan saling bahu – membahu untuk menjadi pembawa damai di seluruh penjuru negeri.”