Jakarta, mediasumatera.id – Puncak perayaaaan syukur Dies Natalis ke-65 Ikatan Sarjaan Katolik Indonesia (ISKA) dilaksanakan dengan ekaristi kudus yang dipimpin oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Bunjamin Subianto OSC. Tiga pastor pendamping Ketua KWI dalam misa konselebrasi adalah Dr. Antonius Widyarsono SJ, Dr. Andreas Atawolo OFM, RD. Stevanus Harry Yudanto.bertempat di Kampus Universitas Atmajaya, Jakarta, Minggu (28/5/2023) malam.
Selesai Misa Kudus diselenggarakan orasi ilmiah oleh Gubernur Lemhanas .Pada kesempatan itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Wijayanto membawakan orasi kebangsaan berjudul “Kompetisi Hegemoni, Pancasila, dan Indonesia 2045”. Panglima TNI Laksamana H Yugo Margono juga menghadirkan orasinya yang disampaikan Asisten Territorial TNI Mayor Jenderal Mochamad Syafei Kasno SH. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang diwakilkan oleh Kepala Divisi Hukum Polri, Inspektur Jenderal Viktor Theodorus Sihombing, SIK, MSi.
Andi Widjajanto mengatakan, Pancasila bisa menjadi benteng bagi Indonesia dalam menghadapi pertarungan global. Namun, dia mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki agar Pancasila semakin kokoh sebagai benteng Indonesia. Salah satu poin yang ditegaskan Andi dalam materi orasinya adalah agregat indeks global yang mengukur isu-isu prioritas Pancasila yang menunjukkan posisi Indonesia belum optimal. Menurut analisis Andi, pemetaan global menunjukkan posisi Indonesia masih berada pada posisi sedang.
Gubernur Lemhannas menggarisbawahi masih terdapat penerapan isu di tingkat nasional yang berada di bawah rerata standar global. Secara khusus, pelaksanaan isu-isu prioritas di sila kesatu dan kelima memiliki jarak paling signifikan dengan rerata global. “Cara kami di Lemhannas, ini sedang sedang dikaji, kami membawa sila-sila Pancasila menjadi ukuran kuantitatif yang ada indeksnya secara global, sehingga kami tahu posisi Indonesia itu seperti apa,” tuturnya.Dari lima sila yang disandingkan dengan indeks geopolitik global, ujar Andi, sila pertama yang masih buruk. Menurut Andi, di situ ada indeks tentang kebebasan beragama yang masih di bawah rata-rata global. “Di situ juga ada indeks tentang kebencian sosial karena faktor identitas agama yang di bawah rata-rata global,” kata Gubernur Lemhannas.
Jangan Muda Terprovokasi Sementara itu, Panglima TNI Laksamana H Yugo Margono juga menghadirkan orasinya yang disampaikan Asisten Territorial TNI Mayor Jenderal Mochamad Syafei Kasno SH. Yugo memberi judul orasinya “Menjunjung Martabat Kemanusiaan dan Kesetaraan dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan serta Situasi Kondisi Kekinian dan Pemikiran ke Depan”. “Salah satu tugas kita sebagai anak bangsa adalah menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta keutuhan berbangsa dan bernegara,” ujar Yudo seperti disampaikan Aster Mayjen Mochamad Syafei Kasno. Dikatakan, bangsa Indonesia jangan mudah terpancing dan terprovokasi dengan paham mau pun isu-isu yang menyesatkan. “Sejarah membuktikan bahwa bangsa kita yang besar tidak pernah takut dengan ancaman bangsa lain. Yang kita takuti justru musuh dari dalam negeri, yang dapat memecah-belah persatuan dan kesatuan,” ujar Mayjen Syafei mewakili Panglima TNI.
Orasi kebangsaan pada Dies Natalis ke-65 ISKA juga disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang diwakilkan oleh Kepala Divisi Hukum Polri, Inspektur Jenderal Viktor Theodorus Sihombing, SIK, MSi. Dikatakan, polarisasi dampak Pemilu 2019 diprediksi masih akan terjadi pada Pemilu 2024. Hal itu akibat dari perbedaan pandangan dan pilihan yang mengarah kepada sentimen-sentimen terhadap kelompok tertentu. “Jadi, kalau kita lihat di medsos, kita masih dapat merasakan dampak dari pada pemilu-pemilu sebelumnya adanya polarisasi ini. Kita bisa membayangkan kalau kita tidak menyiapkan diri, tidak menyiapkan kualitas dengan baik. Bagaimana proses kita nanti memilih pemimpin kita dengan situasi dampak pemilu yang sebelumnya itu,” kata Viktor.
ISKA Telah Warnai Proses Mengisi Kemerdekaan
Merespons tiga orasi kebangsaan itu, Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Luky Yusgiantoro mengatakan, selama 65 tahun, ISKA telah mewarnai proses mengisi kemerdekaan dan menguatkan kebangsaan Indonesia. Hal itu, ujarnya, merupakan sebuah proses tanpa akhir yang harus terus dimaknai dan dijalankan oleh seluruh komponen bangsa. “Dalam konteks inilah, ISKA berupaya memaknai kebangsaan Indonesia dalam bingkai menjunjung tinggi martabat manusia dan kesetaraan,” ujar Luky. Pemaknaan ulang terhadap kebangsaan penting dan harus dilakukan agar ide kebangsaan berada di dalam konteks dinamika sosial masyarakat yang kontemporer. Proses kontekstualisasi tersebut harus digali Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Keduanya merupakan dasar membangun filosofi kebangsaan Indonesia.
“Selain meletakkan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila meletakkan hak asasi dan upaya menjunjung martabat manusia Indonesia dalam konteks bernegara,” Luky menambahkan.